Grade Albani:Isnadnya hasan. HR. Al Baihaqi (1/6). Saya katakan: Isma'il bin Ayyasy jujur pada riwayat-riwayatnya yang berasal dari penduduk negerinya sendiri, dan ini salah satunya. Shafwan bin Amr adalah orang Himshi Syami, dan riwayat Isma'il darinya adalah riwayat yang shahih. Catatan: An-Nawawi mengatakan tentang berwudhu dengan air yang terjemur sinar matahari: Yang benar adalah memastikan tidak makruh. Inilah inti yang dikemukakan oleh Asy-Syairazi dan dilemahkannya, demikian juga yang lainnya melemahkannya, padahal sebenarnya tidak lemah, bahkan itu benar dan sesuai dengan dalil dan nash Asy-Syafi'i, ia mengatakan di dalam Al Umm (1/36, cetakan Dar Al Gadh Al 'Arabi), "Aku tidak memakruhkan air yang terjemur sinar matahari, kecuali bahwa hal ini tidak disukai dari segi kedokteran." Demikian yang aku temukan di dalam Al Umm, dan demikian juga yang dinukil oleh Al Baihaqi dengan isnadnya di dalam kitabnya Ma'rifat As-Sunan wa Al Atsar 'an Asy-Syafi'i. Adapun ucapannya di dalam Mukhtashar Al Muzni, "kecuali dilihat dari segi kedokteran, karena Umar tidak menyukai itu." dan ucapannya, "Bahwa itu bisa menyebabkan penyakit sopak." Ini bukan pernyataan menyelisihi nashnya di dalam Al Umm, sehingga pengertiannya adalah: "Aku tidak memakruhkannya kecuali karena pertimbangan segi kedokteran (yakni kesehatan), karena ahli kedokteran mengatakan bahwa itu bisa menyebabkan penyakit sopak." Lebih jauh An-Nawawi mengatakan, "Inilah yang kami anut dalam masalah ini yang juga merupakan pendapat Asy-Syafi'i." Selanjutnya ia mengatakan: Adapun para sahabat kami, kesimpulan pendapat mereka dapat dirincikan sebagai berikut: Pertama: Sama sekali tidak makruh. Mengenai hal ini telah dikemukakan sebelumnya. Kedua: Makruh di setiap bejana dan negeri dengan syarat sengaja dijemur. Inilah pendapat yang masyhur dari ulama Iraq. Pengarang Al Bayan mengklaim bahwa pendapat ini tercantum. Berdasarkan inilah Asy-Syairazi memastikan di dalam At-Tanbih, juga Al Qadhi Abu Ali Al Hasan bin Umar Al Bundanaiji yang termasuk dari kalangan pembesar ulama Iraq, di dalam kitabnya Al Jami'. Ketiga: Makruh secara mutlak, dan tidak disyaratkan adanya kesengajaan (menjemur). Inilah pendapat yang dipilih oleh pengarang Al Hawi, ia mengatakan, "Orang yang menganggap kesengajaan (menjemur) [sebagai syarat], maka ia telah keliru." Keempat: Makruh di negeri yang bercuaca panas bila airnya dari bejana yang terbuat dari bahan logam yaitu yang tempa, dan tidak disyaratkan sengaja (menjemur). Berdasarkan ini, maka yang dimaksud dengan bahan tanah ada beberapa pengertian: Pertama: Semua yang ditempa. Ini pendapat Syaikh Abu Muhammad Al Juwaini. Kedua: Khusus yang terbuat dari tembaga. Ini pendapat Ash-Shaidalani. Ketiga: Semua bejana yang ditempa kecuali emas dan perak karena kebersihannya. Imam Al Haramain memilih pendapat ini. Keempat: Tidak makruh. Kelima: Berdasarkan sisi yang disebutkan oleh para sahabat kami mengenai air yang terjemur matahari, "makruh pada bejana logam dengan syarat bagian atasnya ditutup.' Demikian yang dikemukakan oleh Al Baghawi dan dipastikan oleh syaikhnya, yaitu Al Qadhi Husain dan pengarang At-Tatimah. Keenam: Jika ada dua tabib mengatakan, 'dapat menimbulkan penyakit sopak.' (maka hukumnya makruh), jika tidak, maka tidak (makruh). Demikian yang dikemukakan oleh pengarang Al Bayan dan yang lainnya. Mereka melemahkannya dan mengklaim bahwa hadits ini tidak membedakan itu dan tidak terikat dengan keharusan menanyakan kepada para tabib. Syaikh An-Nawawi mengatakan, "Penilaian lemah ini keliru, bahkan sebenarnya segi ini benar, walaupun tidak dipastikan tidak makruhnya, karena hal ini sesuai dengan nash Asy-Syafi'i di dalam Al Umm, hanya saja persyaratan adanya dua tabib adalah pendapat yang lemah, bahkan cukup satu orang, karena hal ini termasuk kategori berita. Ketujuh: Makruh untuk tubuh tapi tidak untuk pakaian. Demikian yang dikemukakan oleh pengarang Al Bayan. Ini juga lemah atau keliru. Ia memper