Shahih Ibnu Hibban 1100: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Harun bin Ma’ruf menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Ashim, dari Zirr, ia berkata: Aku datang menemui Shafwan bin Assal Al Muradi. Ia lalu bertanya kepadaku, “Apa kebutuhanmu?”. Aku menjawab, “Mencari ilmu.” Ia berkata, “Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya untuk orang yang mencari ilmu karena mereka ridha dengan apa yang ia cari.” Aku berkata, “Ceritakanlah kepadaku mengenai mengusap dua Khuff (Sepatu kulit, yang dipakai pada musim dingin) setelah buang air besar dan buang air kecil, sementara kamu adalah salah seorang dari para shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka aku datang untuk bertanya kepadamu, Apakah kamu pernah mendengar sesuatu tentang hal tersebut dan Nabi SAW?”. Ia menjawab, “Iya pernah, beliau memerintahkan kami, bahwa apabila kami berada di perjalanan (fi safarin9) - atau apabila kami bepergian- jangan melepaskan khuff kami selama tiga hari tiga malam, kecuali karena junub, namun tetap boleh mengusap karena buang air besar, buang air kecil, dan tidur.” 10 [3:34] Abu Hatim berkata, ‘Tidur bagi seseorang mempunyai permulaan dan akhiran. Adapun permulaannya, bahwa seseorang apabila diajak bicara maka ia dapat mendengar, dan sekalipun ia bercerita, ia dapat mengetahuinya, namun saat itu ia dalam keadaan seperti melayang. Adapun akhirannya atau puncaknya adalah saat hilangnya akal. Keadaan orang tidur itu adalah jika ada orang lain yang bercerita pada saat itu maka ia tidak mengetahui ceritanya (tidak dapat berinteraksi karena hilangnya akal), jika ada yang berbicara maka ia tidak dapat memahami. Maka mengantuk itu tidak mewajibkannya wudhu, baik mengantuk ringan ataupun mengantuk berat. Sedangkan tidur dapat mewajibkan wudhu, walau dalam keadaan atau posisi apapun juga. Allah SWT membedakan antara mengantuk dan tidur di dalam firman-Nya, “Dia tidak mengantuk dan tidak tidur." (Qs. Al Baqarah [2]: 255) Dan tatkala nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengiringi pada hadits Shafwan di antara tidur, buang air besar, dan buang air kecil di dalam wajibnya berwudhu, padahal tidak ada perbedaan antara buang air kecil dan buang air besar, dimana masing-masing dari keduanya dapat mewajibkan seseorang untuk berwudhu baik buang airnya itu sedikit maupun banyak, Begitupun kepada orang yang buang air kecil sambil berdiri, atau duduk, atau ruku, atau sujud, maka dengan demikian semua orang yang tidur wajib atasnya untuk berwudhu, meski ia tidur dalam posisi apapun juga. Karena ilat (alasan hukumnya) adalah hilangnya akal, bukan pada perubahan keadaan. Sebagaimana ilat di dalam buang air kecil dan besar itu ada pada wujudnya, bukan pada perubahan keadaan-keadaan orang yang buang air kecil atau besar. 11