Shahih Ibnu Hibban 2245: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah mengabarkan kepada kami dari Ismail biii Abu Khalid, dari Al Harits bin Syubail, dari Abu Amr Asy-Syaibani, dari Zaid bin Arqam, dia berkata,"Pada masa Nabi kami biasa saling berbicara untuk membicarakan keperluan masing-masing, sampai kemudian turun ayat, 'Peliharalah semua shalat(mu) dan shalat wustha. Berdirilah untuk Allah dalam shalatmu dengan khusyu'. (QS. Al Baqarah [2]: 238). Kami diperintahkan untuk diam dalam shalat." 52 Abu Hatim RA berkata, "Lafazh ini dari Zaid bin Arqam, 'Pada masa Nabi kami terbiasa berbicara satu sama lain dalam shalat...'. Mayoritas orang beranggapan bahwa dihapusnya hukum boleh bicara dalam shalat terjadi di Madinah, karena Zaid bin Arqam orang Anshar. Padahal, kenyataannya tidaklah demikian, sebab penghapusan hukum bicara dalam shalat terjadi di Makkah ketika Ibnu Mas'ud dan teman-temannya pulang dari Habasyah." 53 Khabar Zaid bin Arqam tersebut memiliki dua makna: Pertama, kemungkinan Zaid bin Arqam menceritakan keislaman kaum Anshar sebelum datangnya Rasulullah ke Madinah, yang Mush'ab bin Umair mengajarkan kepada kaum Anshar Al Qur'an serta hukum-hukum agama. Pada saat itu berbicara dalam shalat masih diperbolehkan, baik bagi yang berada di Makkah maupun di Madinah. Di Madinah ada sebagian kaum Anshar yang masuk Islam sebelum kedatangan Nabi , dan mereka terbiasa berbicara satu sama lain dalam shalat, sebelum hukumnya dihapus. Oleh karena itu, Zaid bin Arqam menceritakan shalat kaum Anshar pada saat itu, akan tetapi bukan berarti penghapusan hukum bolehnya berbicara dalam shalat terjadi di Madinah. Kedua, maksud kalimat ini yaitu, kaum Anshar dan kaum lain yang terbiasa berbicara dalam shalat sebelum hukum diperbolehkannya bicara dalam shalat, dihapus, sebagaimana diucapkan orang dalam pembicaraannya. Kami berkata, "begini" Maksudnya, sebagian orang yang melakukan hal itu tidak semuanya. [19:5]