Shahih Ibnu Hibban 2250: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Yunus menceritakan kepada kami dari Ismail bin Abu Khalid, dari Al Harits bin Syubail, dari Abu Amr Asy-Syaibani, dari Zaid bin Arqam, dia berkata, "Kami biasa berbicara dalam shalat tentang keperluan masing-masing, sampai turunnya ayat: 'Peliharalah semua shalat itu, dan shalat wustha. Dan laksanakanlah karena Allah dengan khusyu'. " (Qs. Al Baqarah [2]: 238) Kami diperintahkan untuk diam."60 [101:2] Abu Hatim berkata, "Khabar ini dapat membuat keraguan bagi orang yang belum mendapatkan ilmu dari sumbernya, sehingga beranggapan bahwa di-naskh-nya hukum dibolehkan berbicara dalam shalat ini terjadi di Madinah, dan Abu Hurairah tidak menyaksikan kisah Dzul Yadain tersebut, dikarenakan Zaid bin Arqam adalah seorang Anshar, dia berkata, "Kami biasa berbicara dalam shalat, membicarakan keperluan kami masing-masing." Akan tetapi, tidak ada yang bisa membenarkan pemahaman seperti ini, karena Zaid bin Arqam orang Anshar yang masuk Islam di Madinah dan shalat di sana sebelum kedatangan Nabi ke Madinah, dan memang mereka sudah melaksanakan shalat di Madinah. Sebagaimana kaum muslim di Makkah, kebolehan bicara dalam shalat juga berlaku di Madinah. Ketika hukum itu dihapus di Makkah, penghapusan hukum itu pun berlaku di Madinah. Oleh karena itu, Zaid menceritakan apa yang dia lihat, bukan yang tidak dia lihat.