Shahih Ibnu Hibban 873: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, Tsabit mengabarkan kepada kami, dari Abdurrahman bin Abu laili, dari Shuhaib, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada seorang raja pada umat sebelum kalian yang mempunyai seorang penyihir. 11 Tatkala sang penyihir telah lanjut usia, ia berkata kepada sang raja: "Sungguh saat ini aku telah lanjut usia, maka kirimlah kepadaku seorang anak laki-laki agar aku dapat ajarkan kepadanya ilmu sihir. ” Sang raja lalu mengirim seorang anak laki-laki kepadanya agar diajarkan ilmu sihir. Kemudian di tengah proses belajar, ketika anak laki-laki itu sedang berjalan, 12 ia bertemu dengan seorang pendeta, lalu ia duduk di sebelahnya dan mendengarkan perkataannya. Sang anak merasa kagum dengan sang pendeta itu. Maka (mulai saat itu) apabila ia mendatangi sang penyihir13 untuk belajar sihir, sang penyihir selalu memukulnya, dan apabila ia kembali darinya maka ia selalu mendatangi sang pendeta dan mendengarkan perkataannya (ilmu-ilmunya). Lalu apabila sang anak mendatangi keluarganya, merekapun memukulinya. Sang anak lalu mengadukan keadaannya itu kepada sang pendeta. Sang pendeta lalu berkata kepadanya: "Apabila kamu takut kepada sang penyihir, maka katakanlah kepadanya, "Keluargaku telah menahanku (di rumah)," dan apabila kamu takut kepada keluargamu, maka katakanlah kepada mereka: “Sang penyihir telah menahanku (di tempatnya). Maka ketika ia telah melakukan nasihat sang pendeta, tiba-tiba di tengah jalan ia bertemu dengan seekor binatang yang sangat besar, yang telah menahan perjalanan orang-orang manusia. Sang anak lalu berkata, “Hari ini aku dapat mengetahui, apakah sang pendeta yang lebih utama ataukan sang penyihir? ” Sang anak lalu mengambil sebongkah batu dan berkata, “Ya Allah, jika keadaan sang pendeta lebih Engkau cintai daripada sang penyihir, maka bunuhlah binatang ini hingga orang-orang dapat meneruskan perjalanannya. ” Ia lalu melemparkan batu itu kepada binatang besar tadi dan ternyata binatang tersebut mati, orang-orang pun kemudian dapat meneruskan perjalanannya. Sang anak lalu mendatangi pendeta dan menceritakan apa yang telah terjadi. Sang pendeta berkata kepadanya: “Wahai anakku, hari ini kamu lebih utama daripada aku, 14 dan sesungguhnya kamu telah diuji. Apabila kamu telah (lulus) ujian itu, maka kamu tidak perlu lagi petunjuk dariku. ” Kemudian sang anak mulai memberikan pengobatan terhadap penyakit buta dan kusta serta mengobati15 segala macam penyakit. Kabar tentang sang anak di dengar juga oleh kawan sang raja16 yang mengalami kebutaan. Kawan sang raja lalu mendatangi sang anak dengan membawa hadiah yang sangat banyak lalu berkata: “Tidaklah disini untukmu aku berkumpul, jika kamu menyembuhkan kebutaanku." Sang anak berkata: “Sungguh aku tidak dapat menyembuhkan seseorang, Allah lah yang memberikan kesembuhan. Jika kamu mau beriman kepada Allah, maka aku akan berdoa kepada-Nya agar Dia menyembuhkanmu.” Sang kawan raja kemudian menyatakan keimanannya, lalu Allah menyembuhkannya. Kemudian sang kawan berjalan untuk mendatangi raja, lalu ia duduk17 di tempat yang biasanya ia duduki. Raja bertanya kepadanya, “Wahai fulan, siapakah yang telah menyembuhkan matamu dan mengembalikan penglihatanmu itu ? Ia menjawab: ”Tuhanku” Raja lalu bertanya, "Apakah kamu memiliki tuhan selain aku? ” Ia menjawab: “Tuhanku dan Tuhanmu itu satu” 18 (yakni Allah)." Mendengar itu, sang raja tidak henti-henti19 menyiksanya hingga ia menunjuk kepada sang anak, dan sang anak lalu dihadirkan ke hadapan sang raja. Raja berkata kepadanya, "Wahai anakku, sungguh sihirmu telah mampu menyembuhkan penyakit buta dan kusta, dan sihirmu juga berhasil melakukan ini dan itu? Sang anak berkata, “Sesungguhnya aku tidak mampu menyembuhkan seseorang, Allah lah yang memberikan kesembuhan. ” Sang anak lalu di ambil dan disiksa terus menerus hingga ia menunjuk kepada sang pendeta, dan sang pendeta lalu dihadirkan. Di katakan kepada sang pendeta: “Kembalilah (keluarlah) dari agamamu." Sang pendeta pun enggan. Sang raja kemudian minta sebuah gergaji dan meletakkannya di kerongkongan leher sang pendeta, lalu sang raja menggergaji lehernya20 hingga terpisah kepala dan badan sang pendeta. Setelah itu kawan sang raja di hadirkan dan di katakan kepadanya: “Kembalilah (keluarlah) dari agamamu." Sang kawan pun enggan. Sang raja kemudian minta sebuah gergaji dan meletakkannya di kerongkongan leher sang kawan, lalu sang raja menggergaji lehernya hingga terpisah kepala dan badan sang kawan. Kemudian giliran sang anak di hadirkan dan di katakan kepadanya: “kembalilah (keluarlah) dari agamamu." Sang anak pun enggan. Lalu sang raja menyerahkannya kepada sekelompok anak buahnya dan berkata: “Bawa pergilah anak ini ke gunung ini dan itu, naiklah kalian bersamanya ke atas gunung itu, jika sudah sampai di puncak gunung, apabila ia mau kembali (keluar) dari agamanya (maka bawa pulang kembali dia), namun bila tetap tidak mau lemparkanlah dia dari puncak gunung itu. Lalu mereka pun membawanya ke gunung yang telah ditunjuk oleh sang raja tadi. Sang anak lalu berdoa: “Ya Allah, peliharalah aku dari kejahatan mereka dengan sesuatu yang Engkau kehendaki.Gunung itu kemudian bergetar, dan mereka (anak buah sang raja) berjatuhan dari atasnya. Sang anak kembali berjalan mendatangi sang raja. Sang raja bertanya kepadanya: “Apa yang telah diperbuat terhadap anak buahku yang bersamamu tadi?” Ia menjawab: “Allah telah memeliharaku dari mereka Lalu sang raja menyerahkan sang anak kepada suatu kaum dari anak buahnya yang lain, dan ia berkata: “Bawa pergilah anak ini, bawalah ia dengan menggunakan perahu21, dan bila sudah berada di tengah laut, desaklah dia agar mau kembali (keluar) dari agamanya, jika ia mau kembali dari agamanya (maka bawa pulang kembali ia), namun bila tetap tidak mau lemparkanlah ia ke laut. ” Lalu mereka pun membawanya menuju lautan yang di tunjuk oleh sang raja. Sang anak lalu berdoa: “Ya Allah, peliharalah aku dari kejelekan mereka dengan sesuatu yang Engkau kehendaki.” Perahu itu kemudian terbalik. 22 Sang anak kembali berjalan mendatangi sang raja. Sang raja bertanya kepadanya: “Apa yang telah diperbuat terhadap anak buahku yang bersamamu tadi?“ Ia menjawab: “Allah telah memeliharaku dari mereka. ” Ia lalu berkata kepada sang raja: “Sungguh kamu tidak akan mampu membunuhku hingga kamu melakukan apa yang kuperintahkan kepadamu." Sang raja bertanya, “Perbuatan apakah itu?” Sang anak menjawab, “Kamu kumpulkan orang-orang di satu tempat yang tinggi lalu kamu salib aku di atas sebatang pohon kurma, kemudian ambillah anak panah dari tabungnya23 dan letakkan di busur panah, setelah itu ucapkanlah: Bismillaahi rabbil ghulaami (Dengan nama Allah, Tuhannya sang anak), dan lepaskan anak panah itu kepadaku. Jika kamu melakukan apa yang kukatakan tadi, maka kamu dapat membunuhku.” Sang raja kemudian mengumpulkan orang-orang di satu tempat yang tinggi, lalu menyalibnya di atas sebatang pohon kurma, kemudian mengambil anak panah dari tabungnya, dan meletakkannya di busur panah lalu mengucap: Bismillaahi rabbil ghulaami (Dengan nama Allah, Tuhannya sang anak), setelah itu ia lepaskan anak panahnya. Anak panah itu mengenai pelipis sang anak, ia lalu meletakkan tangannya di tempat tertancapnya anak panah, kemudian ia mati. Orang-orang kemudian berkata: "Kami beriman kepada Tuhan anak ini, Kami beriman kepada Tuhan anak ini” mereka ucapkan itu tiga kali. Seseorang lalu mendatangi sang raja dan berkata kepadanya: “Tidakkah kamu melihat apa yang telah kamu peringatkan, sungguh demi Allah peringatanmu itu telah terjadi denganmu, orang-orang sungguh telah beriman. ” Sang raja kemudian memerintahkan membuat parit yang memanjang dengan mulut-mulut sumur yang sempit. Parit itu lalu di buat dan di dalamnya dinyalakan api. Sang raja berkata, “Siapapun yang tidak mau kembali (keluar) dari agamanya, maka bakarlah24 mereka di dalam lubang itu. " Mereka pun melakukannya hingga datang seorang wanita bersama bayinya. Wanita tersebut takut bila bayinya ikut di masukkan ke dalam parit tersebut, tiba-tiba sang bayi berkata kepada ibunya, “Wahai ibu, sabarlah, sesungguhnya engkau berada di dalam kebenaran.” 25 [3:6]