Shahih Ibnu Khuzaimah 370: Al Fakih Al Imam Abu Al Hasan Ali bin Muslim mengabarkan kepada kami, Abdu Al Aziz bin Ahmad mengabarkan kepada kami, Ismail bin Abdurrahman mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Thahir mengabarkan kepada kami, Abu Bakar mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Isa berkata, Salamah —maksudnya adalah Ibnu Fadl— mengabarkan kepada kami, dari Muhammad bin Ishaq, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika tiba di kota Madinah, orang-orang berkumpul untuk melaksanakan ibadah shalat saat waktu shalat hampir tiba tanpa ada kumandang adzan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkeinginan [menjadikan] terompet sebagai petandanya seperti orang-orang Yahudi yang mengundang untuk melaksanakan shalat dengan terompet mereka, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyukainya. Lalu beliau memerintahkan untuk menggunakan lonceng, kemudian dibuatkanlah lonceng, yaitu dengan dipukul sebagai tanda bagi umat Islam untuk melaksanakan shalat. Di saat mereka dalam kondisi tersebut, aku melihat Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabih; saudara laki- laki dari Al Harits bin Al Hajraj, melakukan panggilan shalat, kemudian ia mendatangi Rasulullah lalu ia berkata, 'Wahai Rasulullah ada seorang laki-laki yang mengelilingiku pada malam ini,488 ia menggunakan baju hijau dan membawa lonceng di tangannya berpapasan denganku, aku bertanya kepadanya, 'Wahai hamba Allah, apakah engkau menjual lonceng ini?' Ia menjawab, 'Apa yang akan engkau lakukan dengannya?' Aku jawab, 'Akan kami gunakan untuk memanggil sebagai tanda pelaksanaan shalat.' Ia berkata, 'Maukah aku tunjukkan kepadamu sesuatu yang lebih baik dari hal tersebut!' Aku berkata, 'Apa itu?' Ia berkata, 'Engkau katakan; Allaahu akbar Allaahu akbar, Allahu Akbar Allaahu akbar, Asyahadu allaa ilaaha illallaah, Asyhadu allaa ilaaha Illallaah, Asyahadu anna Muhammadar- Rasuulullah, Asyhadu anna Muhammadar-Rasuulullah (55/1) Hayya alash-shalaah, Hayya alash-shalaah, Hayya alal falaah, Hayya alal falaah, Allaahu akbar, allaahu akbar la ilaha illallah.' Lalu tidak banyak orang yang terlambat, —karena ada tanda masuknya waktu shalat— beliau kemudian berkata seperti apa yang ia katakan, lantas beliau menjadikannya ganjil kecuali redaksi 'Qad qaamatish-shalaah, Qad qaamatish-shalah, Allaahu akbar, Allaahu Akbar, laa ilaaha Illallaah, ketika aku memberitahu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Sesungguhnya itu mimpi yang hak, insya Allah. Lakukanlah bersama Bilal, kemudian ajarkanlah kalimat-kalimat tersebut kepadanya karena ia memiliki suara lebih keras dan lebih indah dari pada kamu." Ketika Bilal mengumandangkan adzan dengan redaksi tersebut, Umar bin Al Khaththab saat itu berada di kediamannya mendengar suara adzan Bilal, lalu ia keluar menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan menarik surbannya, kemudian ia berkata, “Wahai Nabiyullah demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran aku bermimpi sama dengan apa yang ia impikan.” Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Segala puji bagi Allah, hal itu lebih memperkuat.” 489