Shahih Ibnu Hibban 130: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Abdunazzaq mengabarkan kepada kami, Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri dari Sa’id bin Al Musayyab, dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah dan kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi. Nasrani dan Majusi sebagaimana kalian menghasilkan unta kalian, apakah kalian merasa ada yang hidungnya terpotong ? “ Kemudian Abu Hurairah berkata, “Bacalah jika kalian mau, ‘Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada ciptaan Allah ‘.” (Qs. Ar-Ruum [30]: 30) [3:35] Abu Hatim berkata: Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Dan kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusise bagaimana yang kami sebutkan di berbagai kitab kami, orang-orang Arab biasa menyandarkan suatu perbuatan kepada orang yang memerintah dan juga kepada orang yang mengerjakan perbuatan tersebut. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyandarkan nama perbuatan menjadikan anak sebagai orang Yahudi, Nasrani dan Majusi pada orang yang memerintah anaknya dengan sesuatu dengan kata kerja, bukan karena orang-orang musyrik sebagai pihak yang menjadikan anak-anak mereka sebagai orang yahudi, nasrani atau pun majusi tanpa takdir Allah SWT pada ilmu-Nya yang terdahulu tentang hamba-hamba-Nya sebagaimana yang telah sering kami singgung diberbagai tempat dalam kitab-kitab kami. Hal ini seperti perkataan Ibnu Umar, “Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencukur rambut beliau ketika hajji.” Maksudnya tukang cukurlah yang melakukan hal itu bukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri. Sama seperti sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Sejak salah satu dari kalian keluar rumah menuju shalat maka kedua langkahnya, salah satunya menghapus kesalahan dan lainnya mengangkat derajat,” maksudnya Allah SWT yang memerintahkan hal itu, bukan karena langkah itu sendiri yang bisa menghapus kesalahan dan meningkatkan derajat. Hal ini seperti perkataan orang-orang, “Pemimpin mencambuk si fulan seribu kali,” maksudnya si pemimpin yang memerintahkan hal itu, bukan dia sendiri yang melakukannya.