HADITH.One

Indonesian

Support
hadith book logo

Sahih Ibn Hibban

1. Sahih Ibn Hibban

صحيح ابن حبان

928

صحيح ابن حبان ٩٢٨: أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْهَمْدَانِيُّ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ بْنِ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِي الْمُهَاجِرِ، عَنْ خَالِدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ الْحُسَيْنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ‏:‏ مَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَكْثَرَ أَنْ يَقُولَ‏:‏ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ‏.‏قَالَ أَبُو حَاتِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ‏:‏ كَانَ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَغْفِرُ رَبَّهُ جَلَّ وَعَلاَ فِي الأَحْوَالِ عَلَى حَسَبِ مَا وَصَفْنَاهُ، وَقَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، وَلاِسْتِغْفَارِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعْنَيَانِ‏:‏أَحَدُهُمَا أَنَّ اللَّهَ جَلَّ وَعَلاَ بَعَثَهُ مُعَلِّمًا لِخَلْقِهِ قَوْلاً وَفِعْلاً، فَكَانَ يُعَلِّمُ أُمَّتَهُ الاِسْتِغْفَارَ وَالدَّوَامَ عَلَيْهِ، لِمَا عَلِمَ مِنْ مُقَارَفَتِهَا الْمَآثِمَ فِي الأَحَايِينِ بِاسْتِعْمَالِ الاِسْتِغْفَارِ، وَالْمَعْنَى الثَّانِي‏:‏ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَسْتَغْفِرُ لِنَفْسِهِ عَنْ تَقْصِيرِ الطَّاعَاتِ لاَ الذُّنُوبِ، لأَنَّ اللَّهَ جَلَّ وَعَلاَ عَصَمَهُ مِنْ بَيْنِ خَلْقِهِ، وَاسْتَجَابَ لَهُ دُعَاءَهُ عَلَى شَيْطَانِهِ حَتَّى أَسْلَمَ، وَذَاكَ أَنَّ مِنْ خُلُقِ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَتَى بِطَاعَةٍ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ دَاوَمَ عَلَيْهَا وَلَمْ يَقْطَعْهَا، فَرُبَّمَا شُغِلَ بِطَاعَةٍ عَنْ طَاعَةٍ حَتَّى فَاتَتْهُ إِحْدَاهُمَا، كَمَا شُغِلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ بِوَفْدِ تَمِيمٍ، حَيْثُ كَانَ يَقْسِمُ فِيهِمْ وَيَحْمِلُهُمْ حَتَّى فَاتَتْهُ الرَّكْعَتَانِ اللَّتَانِ بَعْدَ الظُّهْرِ، فَصَلاَّهُمَا بَعْدَ الْعَصْرِ، ثُمَّ دَاوَمَ عَلَيْهِمَا فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ فِيمَا بَعْدُ، فَكَانَ اسْتِغْفَارُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِتَقْصِيرِ طَاعَةٍ أَنْ أَخَّرَهَا عَنْ وَقْتِهَا مِنَ النَّوَافِلِ لاِشْتِغَالِهِ بِمِثْلِهَا مِنَ الطَّاعَاتِ الَّتِي كَانَ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ أَوْلَى مِنْ تِلْكَ الَّتِي كَانَ يُوَاظِبُ عَلَيْهَا، لاَ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَسْتَغْفِرُ مِنْ ذُنُوبٍ يَرْتَكِبُهَا‏.‏
Shahih Ibnu Hibban 928: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Amar bin Utsman bin Sa’id menceritakan kepada kami, Al Walid103 bin Muslim menceritakan kepada kami, dari Sa’id bin Abdul Aziz, dari Ismail bin Ubaidullah bin Abu Al Muhajir104, dari Khalid bin Abdullah bin Al Husain105, dari Abu Hurairah, ia berkata: “Aku tidak pernah melihat ada orang yang lebih banyak mengucap 'Astaghfirullaaha wa atubuu ilaihi' daripada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” 106 [5:12] Abu Hatim RA berkata, “Mushthafa shallallahu 'alaihi wa sallam memohon ampunan kepada Tuhannya Jalla wa ‘Alaa pada semua keadaan sesuai dengan yang telah kami jelaskan. Padahal beliau sungguh telah diampuni oleh Allah SWT terhadap dosa-dosa yang telah terdahulu maupun yang akan datang. Maka pada istighfarnya beliau ini terkandung dua makna: Makna yang pertama: Bahwa Allah Jalla wa ‘Alaa telah mengutusnya sebagai orang yang mengajarkan kepada makhluk-Nya baik dengan ucapan maupun perbuatan. Maka beliau mengajarkan kepada umatnya untuk beristighfar dan membiasakannya, karena beliau mengetahui bahwa perbuatan dosa-dosa itu dapat terhapus dengan memohon ampunan (membaca istighfar). Makna kedua: Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memohon ampun untuk dirinya dari perasaan beliau akan kurangnya perbuatan ketaatan, dan bukan karena dosa yang dilakukannya. Karena Allah Jalla wa 'Alaa telah menjaga beliau dari makhluk-Nya, dan telah mengabulkan doanya berupa penjagaan dari godaan syetan, hingga syetan tunduk dengan beliau. Inilah sebagian dari akhlak-akhlak Mushthafa shallallahu 'alaihi wa sallam, di mana jika beliau melakukan suatu ketaatan kepada Allah lalla wa ‘alaa maka beliau terus mengerjakannya dan tidak pemah ditinggalkannya. Kerapkali beliau disibukkan dengan satu ketaatan dari ketaatan yang lain hingga salah satunya tertinggal, sebagaimana beliau pemah disibukkan dari shalat dua rakaat setelah Zuhur sebab kedatangan delegasi Bani Tamim hingga beliau tertinggal mengerjakannya, maka beliau mengqadha (mengganti) nya dengan mengerjakan shalat dua rakaat sebelum zuhur itu setelah shalat ashar. Istighfar beliau adalah karena penundaan mengerjakan ketaatan yang disebabkan karena mengakhirkan ibadah-ibadah sunah dari waktunya, biasanya hal itu dikarenakan kesibukkan beliau mengerjakan ketaatan yang lainnya, yang menurut kondisi pada saat itu, perbuatan itu lebih utama didahulukan dari pada perbuatan ketaatan lainnya. Jadi beliau beristighfar bukan karena dosa yang beliau lakukan.

Pengaturan Membaca

Indonesian

System

Pilih Font Arab

Kfgq Hafs

Pilih Font Terjemahan

Kalpurush

22
17

Pengaturan Umum

Tampilkan Arab

Tampilkan Terjemahan

Tampilkan Referensi

Tampilan Terpisah Hadis


Jadilah Bagian dari Sadaqah Jariyah Ini

Bantu kami menghadirkan aplikasi Islami modern tanpa iklan untuk Umat Muslim. Donasi Anda akan tercatat sebagai Sadaqah Jariyah dalam catatan amal Anda, Insya Allah.

Donasi