Musnad Ahmad 20198: Telah menceritakan kepadaku [Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abu Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Ubaidulllah bin Musa] dari [Isra`il] dari [Abu Ishaq] dari [Sa'id bin Jubair] dari [Ibnu Abbas] berkata: "Saat kami berada di sisi Ibnu Abbas tiba-tiba ada sekelompok orang berkata: "Sesungguhnya Nauf Asy Syami menyangka bahwa orang yang pergi mencari ilmu bukanlah Musa bani Israil?" sementara saat itu Ibnu Abbas dalam keadaan bersandar lalu duduk tegak dan berkata: "(Benar) seperti itu wahai Sa'id?" Aku menjawab, "Ya. Aku mendengarnya mengatakan seperti itu." Ibnu Abbas lalu berkata: "Nauf telah berbohong, [Ubay bin Ka'b] telah menceritakan kepadaku bahwa ia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita dan kepada nabi Shalih, semoga tercurah pula kepada kita dan kepada saudaraku 'Ad." Kemudian beliau bersabda: "Sungguh, pada suatu hari Musa Alaihis Salam pernah berpidato di hadapan kaumnya, ia mengatakan, "Kiranya orang yang paling pandai di muka bumi adalah aku." Maka Allah Tabaaraka wa Ta'ala mewahyukan padanya, 'Sesungguhnya di muka bumi ada orang yang lebih pandai dari kamu. Adapun petunjuk yang bisa engkau gunakan untuk menemukan dia adalah, hendaklah engkau dengan seekor ikan laut (asin), jika engaku kehilangan ikan tersebut, maka di situlah tempatnya." Lalu Musa berbekal dengan seekor ikan, kemudian bersama palayannya ia berjalan hingga ketika sampai pada suatu tempat yang diperintahkannya, dan sampai disebuah batu besar, Musa pergi untuk mencari Khidlir. Sementara pelayannya meletakkan ikan tersebut pada batu besar itu. Maka ikan itupun meronta dan jatuh ke dalam laut. Pelayannya berkata dalam hati, "Jika Nabi Allah shallallahu 'alaihi wa sallam (Musa) datang maka akan aku sampaikan kepadanya (tentang ikan yang hilang). Namun setan telah membuatnya lupa. Keduanya lalu berjalan hingga mereka mendapatkan sebagaimana yang didapatkan oleh seorang musafir (lelah), Musa berkata kepada pelayannya, '(Bawalah kemari makanan kita: sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini) ' (Qs. Al Kahfi: 62). Pelayannya lalu berkata kepadanya, "Wahai Nabi Allah, '(tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali saitan, dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.' Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula) ' (Qs. Al Kahfi: 63-64). Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula, hingga ketika keduanya telah sampai pada sebuah batu besar, Musa mengelilingi batu tersebut. Lalu bertemulah Musa dengan seseorang yang memakai kain penutup kepala, Musa lantas beruluk salam kepadanya dan ia pun membalas. Orang itu lalu bertanya, "Siapa kamu?" Musa menjawab, "Musa." Orang itu bertanya lagi, "Musa yang mana?" Musa menjawab, "Musa dari bani Israil." Musa berkata lagi, "Aku mendapat kabar bahwa engkau memiliki ilmu, maka aku ingin menemanimu." Khidlir membalas, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku." Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun." Khidlir balik berkata: "Bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" Musa menjawab, "Aku telah diperintah untuk melaksanaknnya. Maka dengan ijin Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar." Khidlir berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu." Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu, lalu ada seseorang yang keluar dari perahu itu. Sementara Khidlir mundur ke belakang dan melubangi perahu tersebut. Maka berkatalah Musa kepadanya, "Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar." Khildir berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku." Musa menjawab, "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku." Keduanya lalu berjalan hingga sampailah mereka pada sekelompok anak yangsednag main di pantai, dan ada salah seorang anak dari mereka yang menyendiri. Khidlir lalu memegang dan membunuhnya, maka seketika itu pula Musa berlari seraya berkata: "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar." Khidlr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?" Musa pun malu dan Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku." Maka keduanya berjalan hingga tatkala keduanya sampai pada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu oleh penduduk negeri itu tetapi mereka tidak mau menjamunya. Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidlr pun menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu." Khidlir berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya." Musa pun mengambil kain surbannya dan berkata: "Ceritakan padaku!." Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu: dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya."